Minggu, 29 Mei 2016

MENJAGA KESEIMBANGAN MELALUI KEPEDULIAN UNTUK SALING MEMBERI IBADAH OIKUMENE MINGGU, 29 MEI 2016 GKS LAMBANAPU

KHOTBAH
IBADAH OIKUMENE MINGGU, 29 MEI 2016 GKS LAMBANAPU
oleh
Pdt. Yantina Tamu Ina, S.SiTeol
 
Nats Pembimbing : Yohanes 7:37-39a
Berita Anugerah   : Yohanes 3:16
Nats Renungan    : 2 Korintus 8:13-15
8:13           Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan.
 8:14          Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan  mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.
 8:15          Seperti ada tertulis: "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan "


MENJAGA KESEIMBANGAN MELALUI KEPEDULIAN
UNTUK SALING MEMBERI

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Yesus Kristus, saya kira kita pernah dengah pribahasa yang berkata, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Peribahasa yang sederhana ini, mau menggambarkan bahwa kehidupan kita manusia saling melengkapi. Peribahasa yang sederhana ini mau menyadarkan kepada kita bahwa sesungguhnya, keberadaan kita berarti bagi orang lain dan kita juga diingatkan bahwa ternyata kita tidak bisa hidup sendiri di dunia ini. Karena memang, kita diciptakan untuk saling melengkapi dari segi segala hal. Hal inilah yang mau kita sama-sama lihat dan renungkan dalam bacaan kita pada saat ini.
Bapa/ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, apa yang terjadi pada waktu itu? Jemaat di Yerusalem pada waktu itu jatuh dalam kemiskinan. Jatuh dalam kemiskinan karena ada bencana kelaparan. Karena itu Paulus sebagai seorang pelayan tidak tinggal diam, dia tidak membiarkan jemaatnya terpuruk, akan tetapi dia berusaha untuk mencari jalan keluar agar supaya jemaatnya bisah keluar dari bahaya kelaparan dan kemiskinan. Dan salah satu strateginya adalah dia mencari bantuan bagi jemaatnya di Yerusalem. Salah satu caranya adalah dengan mendorong jemaat agar turut ambil bagian dalam pelayanan kasih. Pelayanan kasih dalam berupa pengumpulan dana dan pengumpulan persembahan, agar bisa membantu pelayanan di Yerusalem.
Untuk membangkitkan jemaat ini, Paulus memberikan contoh apa yang terjadi di Makedonia. Jemaat-jemaat di Makedonia, mereka yang termasuk di dalamnya jemaat Filipi dan jemaat Tesalonika dan lainnya. Jemaat di Makedonia tidak meninggikan hati mereka. Mereka memberikan dukungan dana kepada orang-orang miskin di Yerusalem. Kemurahan hati mereka merupakan anugerah Tuhan. Padahal mereka sendiri sebenarnya mengalami penderitaan, dan mengalami berbagai kesulitan. Mereka sendiri mengalami kemiskinan. Tetapi sekalipun demikian, mereka memberi dengan sukacita. Mereka memberi melebihi kemampuan mereka.
Teladan jemaat di Makedonia ini seharusnya menjadi motivasi jemaat di Korintus untuk memberi dan berbagai dengan murah hati. Apa lagi jemaat di Korintus adalah Jemaat yang kaya dan Jemaat yang sudah mengalami berkat Tuhan. Sehingga Paulus ini sangat berharap supaya jemaat di Korintus ini termotivasi. Karena melihat teladan Kristus. Paulus ingin agar jemaat di Korintus memiliki kesempatan untuk bisa menolong jemaat di Yerusalem. Sebagai sebuah anugerah dari Allah. Dan respon mereka terhadap kesempatan ini, merupakan ujian bagi mereka kepada Tuhan Yesus Kristus. Akhirnya tujuan dari pelayanan kasih yang dilakukan ini, akan tercipta dan terwujud yang namanya keseimbangan.
Bapa/ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, tidak perlu berkelebihan untuk memberi kepada yang berkekuranga di antara sesama jemaat. Namun yang terpenting adalah ada kerinduan untuk saling memberi dan berbagi. Dan itu yang Paulus katakan dalam ayatnya yang ke 15 "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan".
Bapa/ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, dengan renungan ini oleh sidang raya greja-greja di Indonesia Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)  menyatakan bulan ini adalah bulan Oikumene. Karena bertepatan dengan hari lahirnya PGI pada tanggal 25 Mei 2016. Tahun ini PGI sudah berusia 66 tahun, usia yang tidak muda lagi. Pada kesempatan ini kita merayakan rahmat Tuhan yang sudah mengizinkan gereja-Nya boleh bertumbuh dan berkembang. PGI berupaya melakukan kebaikan untuk manyatakan damai sejahtera bagi semua orang sebagai amanat pesan ijil. Dengan usia 66 tahun ini kita bersyukur masih meningkatkan kasih dan semangat persaudaraan yang terjadi baik diantara gereja-gereja yang berlatar belakang yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan gereja sebagai satu tubuh Kristus. Kita mensyukuri bahwa di usia 66 tahun ini, kerja sama dengan gereja-gereja lain juga semakin berkembang. PGI bisa bekerja sama dengan gereja-gereja dari luar negeri, sebagai salah satu contoh dengan gereja di Korea lewat kehadiran Pak Ham dari Korea.
Bapa Ibu saudara-saudari, kita tidak boleh merasa puas dengan apa yang boleh terjadi. Karena persoalan terus menerus ada, dan bahkan tantangan pun semakin meningkat. Kita masih terus perihatin ada gereja-gereja yang mengalami gangguan dan ada banyak gereja-gereja yang mengalami pelarangan untuk beribadah. Kemiskinan dan ketidakadilan masih terus membayangi kita. Si kaya semakin kaya dan simikin masih terlalu miskin, itulah salah satu indikator bahwa persekutuan jemaat atau persekutuan masyarakat terjadi ketidak seimbangan. Koripsi masih sulit untuk dibasmi, peredaran narkoba masih sulit dikendalikan. Perdagangan manusia masih terjadi. Keadaan seperti ini diperkuat dengan gaya hidup yang individual. Melihat orang makin tidak peduli dengan orang lain, banyak orang makin tidak peduli dengan keadaan sekitar. Kalau pribahasa berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing berlaku maka saat sekarang ini tidak berlaku lagi, yang berlaku adalah berat kamu pikul sendiri, dan ringan baru kasih saya pikul.  Atau sejauh tidak mengganggu saya itu bukan urusan saya. Itulah komentar yang sering kita dengar, ada jemaat yang bilang “saya tidak merasa rugi juga kalau orang bilang saya jahat atau saya tidak merasa untung juga kalau dibilang saya baik.”
Orang merasa nyaman hidup sendiri dan susah untuk keluar dari rasa hidup yang nyaman itu. Hubungan dengan sesama menjadi hubungan yang bersifat ekonomis. Bukan lagi hubungan sosial yang bersifat alami, yang saling membutuhkan. Orang mulai urus diri sendiri, kumpulkan materi untuk sendiri, mencapai kekuasaan, kedudukan untuk diri sendiri dan kelompok. Sehingga gereja bisa saja terpengaruh dengan gaya hidup seperti ini. Tidak tutup kemungkinan bahwa gereja bisa terpengaruh dengan gaya hidup seperti ini. Kepedulian dengan gereja tetangga masih minim, sementara isi berita injil ini menuntut kita membina persekutuan untuk saling memberi dan berbagi. Masih banyak gereja-gereja di pedesaan untuk membangun cabang saja harus menggunakan alang-alang untuk membangun sebagai atap. Keadaan ini jauh berbeda dengan gereja-gereja yang berada di kota Waingapu. Kepedulian kita masih sangat kurang. Sementara yang lain sudah sangat layak, masih banyak kesenjangan-kesenjangan sosial, baik antar jemaat, antar gereja atau denominasi. Ada orang yang berkelimpahan dalam materi, ada orang yang sangat kekurangan. Persoalan ini sangat serius, tidak bisa dianggap sepele, karena itu dibulan Oikumene ini, gereja-gereja dituntut untuk saling peduli dan berbagi yang didasarkan oleh pesan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus dalam bacaan kita ini.
Bapa/ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, sering kali kita mau memberi atau berbagi kepada sesama karena kita berkelebihan. Kadang kita berfikir kalau kita kaya kita akan pasti memberikan ini dan itu. Kita berfikir untuk memberi dari apa yang tidak ada pada kita. Jemaat GKS Lambanapu sebagai salah satu contoh jemaat yang memiliki kesendaran memberi sangat tinggi. Sehingga pendetanya tidak mengalami kekurangan, dan gereja Tuhan pun terus berkembang dalam segi pelayanan. Kalau kita tidak memberi atau berbagi sulit bagi kita mendapat berkat dari Tuhan, atau dalam filsafa Sumba berkata begini “jaka u wunngung wangu lima jaka bau hangganya na Mawulu Tau napa i Miri na wunggung manggau lima dangu ndena wuanggau kanyuru” yang berarti bahwa jika kita menutup diri untuk memberi kepada Tuhan maka Tuhan pun akan menutup tingkap-tingkap berkat-Nya kepada kita.
Bapa/ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, perilaku jemaat di Makedonia menyadarkan kita bahwa kemiskinan bukanlah alasan bagi kita untuk tidak peduli dan tidak berbagi. Teladan jemaat di Makedonia menyadarkan kepada kita bahwa kekayaan tidak diukur dari jumlah materi yang dimiliki melaikan kemurahan hati. Kekayaan akan nampak lewat kita berbagi dan peduli dengan orang lain. Peduli adalah sebuah sikap dan berbagi adalah sebuah tindakan. Peduli menunjukan kepada kita bahwa kita sadar, kita masih hidup bersama-sama dengan orang lain. Kita mengikuti teladan Kristus, bahwa oleh karena Dia kita menderita sekalipun dia kaya, supaya kita menjadi kaya karena kemiskinan. Dalam kepudilian kita harus berbagi. Kita tidak bisa hanya merasa kasihan. Sekedar omong saja tidak akan bisa.  Kepedulian tidak hanya cukup dengan kata-kata. Dalam kepedulian kita, kita harus berbagai. Kita berbagi juga bukan karena kita kasihan atau untuk meringankan kekurangan, namun berbagi supaya ada keseimbangan. Keseimbangan berarti harmonis dalam perbedaan.
Bapa/ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, gereja atau kita diutus ke dalam dunia, untuk berbagi dan bersaksi, memiliki cara hidup yang peduli,  dan rela berbagi. Karena itu mari kita mengusahakan kehidupan yang harmonis lewat berbagi. Kelebihan mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka mencukupkan kekurangan kita, supaya ada keseimbangan. Peduli dan berbagi merupakan iman yang harus kita lakukan untuk saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Amin





Tidak ada komentar:

Posting Komentar